Entri Populer

Kamis, 23 Desember 2010

Perilaku Politik Dalam Kacamata Psikologi Islam

Tulisan ini, masih merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya, tentang cerita Aa Gym memerangi kemungkaran dengan ma'ruf- padanan katanya dalam bahasa Indonesia, kebaikan. Tolong dikoreksi kalau saya salah. Cerita itu disampaikan Prof.Mubarok, guru besar Psikologi Islam. Prof. Mubarok adalah satu dari dua orang guru besar dalam bidang Psikologi Islam - yang memang baru ada dua orang di Indonesia, bahkan di dunia.

Keluasan wawasan, dan kearifan tutur kata beliau tidak hanya diakui dalam dunia pendidikan. Dalam dunia politik pun beliau terbilang piawai. Sebagai - dulu, wakil ketua umum salah satu partai besar di Indonesia, kini- beliau menjadi anggota dewan pembina yang diketuai oleh SBY, Prof.Mubarok tetap adalah seseorang yang sangat bersahaja. Mengayomi, mendengarkan dan mencerahkan sepertinya sudah menjadi prinsip dan budaya dalam kehidupannya. 

Dalam bingkai psikologi - khususnya konteks Psikologi Islam, Prof.Mubarok menjelaskan begitu banyak peristiwa "kemanusiaan" yang tidak bisa dengan begitu saja dilihat secara kasat mata. Mengapa orang itu berperilaku begitu, mengapa dalam situasi yang semua orang mengira "menyeramkan" seorang yang telah mendapatkan stempel sebagai teroris dan terancam hukuman mati, masih dapat tersenyum. Itulah yang terjadi ketika pelaku tindak pidana terorisme, Amrozi, memperlihatkan senyumnya saat diadili. Ini juga yang membuat-kemudian, dunia keilmuan tertarik mendiskusikannya dan meminta Prof.Mubarok menjelaskan melalui judul makalah "Mengungkap Makna Senyum Seorang Teroris." 
Prof.DR.Achmad Mubarok, MA-tengah. Diapit sebelah kiri-duduk tegak, penulis, sebelah kanan, Sarji-Ketua STAISA Shalahuddin Al Ayyubi.
Psikologi - dalam pendekatan sekuler Barat, memiliki makna menerangkan tingkah laku, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku.Proses itu dilalui melalui - umumnya, dua cara. Hasil sebuah renungan dan pemikiran para ilmuwan, dan bisa juga hasil dari sebuah proses penelitian laboratorium. Dari segi keilmuan, penggunaan ilmu psikologi dalam dunia kerja termasuk strategi pertempuran sering menjadi alat analisa. kekalahan perang tentara adidaya yang an sich memiliki peralatan tempur lengkap, teknologi informasi  lengkap di beberapa medan pertempuran- menandakan adanya kesalahan dalam memprediksi tingkah laku lawan. Maka kemudian lahirlah teori indigeneous psychology- yakni ilmu psikologi yang menggunakan pendekatan budaya lokal.

Senyum seorang Amrozy - dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan keilmuan ini. Amrozy sudah menjadi masyarakat dunia. Dan, apa yang dilakukannya adalah dalam rangka melawan - menurutnya, kesombongan negara adidaya. Oleh sebab itu, sudah seharusnya negara-negara dimanapun di dunia ini, harus - punten kang Aa, meniru konsep amar ma'ruf nahi mungkar dengan cara ma'ruf seperti dilakukan Aa Gym. Apalagi telah terjadi proses identifikasi. Ketika aparat bergerak dengan cara-cara Amerika, misalnya, dan juga mendapatkan "sumbangan" dari negara-negara adidaya, maka yang terjadi adalah asumsi bahwa melawan aparat itu sama dengan mereka melawan negara donor tadi. Maka persoalan tidak akan pernah selesai. Oleh sebab itu, ini harus menjadi pemikiran agar tidak ada lagi markas polisi yang diserbu kelompok teroris karena kesalahan dalam identifikasi.

Penerapan indigenous psychology juga pernah dilakukan oleh Cina. Negara yang begitu besar - dengan jumlah penduduk miliaran, membuat para pemimpinnya berpikir. Akan jadi apa negeri ini jika demonstrasi dan protes dibiarkan merebak ke seluruh Cina. Cina tidak akan pernah menjadi negara besar. Tapi, Cina juga bukan seperti Indonesia, negara dengan konsep beragama. Tidak ada jalan lain bagi penguasa Cina ketika itu-tentu setelah mereka melakukan pergulatan pemikiran dengan asumsi masa depan Cina yang lebih baik, maka terjadilah peristiwa keji Tiananmen. Maka ratusan orang mati. Sejak itu, tidak ada lagi demonstrasi. Apa yang terjadi dengan Cina sekarang? Tindakan penguasa Cina-sudah pasti tidak bisa dibenarkan. Tapi, dari sisi pendekatan budaya, Cina berhasil melakukan shock therapy.

Dalam pendekatan Psikologi Islam - selain, ketiga fungsi psikologi seperti menerangkan tingkah laku, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku, ada dua fungsi lagi yakni : membentuk perilaku yang baik (akhlakul karimah), dan mendorong orang untuk merasa dekat dengan Tuhan. Ini yang membedakan dasar pemikiran psikologi sekuler dengan  Psikologi Islam. Sebab pijakan Psikologi Islam adalah Al Quran dan Al Hadits.

Jika dalam psikologi Barat - Freud, menjelaskna konsep id, ego dan super ego, dalam pendekatan Psikologi Islam dijelaskan wanafsi fujuraha wa taqwaha..Jiwa manusia itu terdiri keburukan dan kebaikan. Lahamakasabat waalaiha maktasabat...(maaf kalo salah tolong dikoreksi-penulis). Manusia sebenarnya lebih mudah untuk berbuat kebaikan. Tapi, daya tarik untuk berbuat keburukan lebih kuat. Antara benci dan cinta. Marah, munafik, dengki. Itu adalah isi dari jiwa manusia. Oleh sebab itu, jiwa manusia sering sekali tertarik dengan hal-hal yang buruk. Jika ada seorang guru wanita mengajar di depan kelas, pakaiannya seksi hingga belahan dadanya terbuka, apa kira-kira yang menjadi perhatian siswa-terutama yang laki-laki? Pasti bukan pada apa yang tengah disampaikan. Pikiran mereka pasti menerawang entah kemana. Karena manusia berpikir dan merasa.


Sering sekali manusia ribut, bertengkar, marah-marahan, oleh hal-hal yang kecil. Orang berebut menjadi bupati/walikota atau presiden- yang diperlukan hanya satu orang, tapi yang ingin, banyak. Manusia sibuk memperebutkan masalah duniawi. Padahal manusia yang meributkan melulu urusan duniawi, martabatnya rendah. Sebab dunia dan seisinya itu sangat kecil. Maka itu, janganlah selalu meributkan hal-hal yang kecil. Ributlah untuk urusan-urusan besar. Pengabdian, misalnya. Karena begitu luasnya, sebanyak apapun orang yang melakukan, tidak akan terjadi keributan. Malah yang terjadi sebaliknya, kedamaian.

penulis bersama Prof.DR.KH.Achmad Mubarok, MA- diskusi proposal sarasehan wawasan kebangsaan.
Dalam dunia pendidikan dan dakwah - karena manusia berpikir dan merasa, maka diperlukan pendekatan-pendekatan psikologis.  Pengajaran - outputnya hanyalah sebatas transfer knowledge. Sedangkan pendidikan  bukan sekedar transfer knowledge, melainkan didalamnya terdapat proses transfer nilai-nilai budaya - perilaku. Ada goal besar yang menjadi frame di belakan sebuah proses pendidikan. Pendidikan politik berbudaya,misalnya, harusnya bisa menghasilkan politisi yang santun, berbudaya dan memiliki martabat. Meski untuk sebagian besar, politik identik dengan kepentingan. Sebab itu, orang politik bergerak atas dasar kepentingan. Oleh sebab itu, politik tidak bisa dijadikan solusi dari bangsa yang sudah karut marut ini.  Dalam banyak peristiwa, bangsa ini tersander oleh kepentingan politik segelintir orang saja.

Prof. Mubarok berasumsi bahwa solusi bangsa ini dapat dicarikan jalan keluarnya melalui konsep kebudayaan. Sebab menurutnya, budaya memandu tingkah laku kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam konteks global, dimana akar budaya pun sudah banyak yang tercerabut tanpa adanya upaya pelestarian yang jelas dan terarah, maka yang menjadi pertanyaan adalah budaya semacam apa yang bisa menjadi solusi? Sudah pasti ini memerlukan diskusi khusus yang tidak bisa sebentar. Apalagi bicara budaya sama artinya kita bicara konsep. Konsep WC dulu berbeda dengan konsep WC sekarang. Dulu, WC umumnya berada di luar. Karena konsep WC hanyalah sebagai tempat - maaf, tai. Jadi tidak sepatutnya untuk tempat benda semacam itu berada di dalam rumah.

Sekarang apa yang terjadi. WC berhias. Bahkan tidak segan-segan orang menghabiskan ratusan juta hanya untuk menghias dan menyulap WC supaya menjadi tempat yang nyaman. Konsep tentang WC berubah. Artinya ada pergeseran nilai-nilai WC di mata masyarakat. Seperti halnya WC, konsep korupsi juga bergeser. Koruptor dulu sama dengan-maaf, tai. Sumpah serapa dan semacamnya. Sekarang, apalagi setelah kasus Gayus. Rasa kata 'korupsi' bergeser. Bukan lagi sebagai sesuatu  yang dibenci-sebagian mungkin, membenci, tapi jika kita dengar perbincangkan di kereta api, di warung-warung rokok, Gayus sudah seperti 'pahlawan'. Hebat ya Gayus. Golongan III kok bisa nyikat milyaran. Artinya apa, korupsi identik dengan prestasi. Belum lagi kalimatnya dilengkapi 'daripadi korupsi kecil-kecilan,yang gede aja sekalian, lebih aman. semua bisa dibeli dengan uang kok.'

Tapi, ada satu yang menarik saya. Ketika tanpa sengaja melihat Mahfud MD- ketua MK, muncul di televisi mengisi renungan. Mahfud bilang begini. Jika anda tidak takut pada hukum duniawi, setidaknya takutlah pada hukum Tuhan. Mahfud pun sependapat dengan pendekatan Psikologi Islam. Mendorong orang untuk merasa dekat dengan Tuhan. Kalau sudah dekat, sekalipun Tuhan tidak bisa menjewer jika kita bikin salah, tapi, hati rasanya gelisah dan tidak nyaman. Semoga kita semua mendapatkan ridho-Nya. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar